Aku dan Air Asia

Kaget dan tidak percaya, saat Minggu 28 Desember 2014, saat terbangun dari tidur mendengar kabar AirAsia QZ8501 lost contack.

Pesawat yang menurut ku cukup bagus, hingga Senin 29 Desember ini, yang dari Surabaya menuju Singapura dengan membawa 155 penumpang dan 7 kru, belum juga ditemukan.

Sedikit kisah ku yang aku anggap positif soal naik pesawat AirAsia ini. Walau sejatinya, aku adalah orang yang sejujurnya tidak punya nyali untuk berada di atas pesawat.

Kisah itu terjadi pada akhir Maret 2013. Kantor tempat bekerja, mengkonfirmasi kalau aku akan diutus untuk meliput Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Bali dari tanggal 30-31 Maret 2013.

Okelah, hingga H-2, belum ada kabar. Aku berpikir, aku tidak akan diutus. Hingga pada Jumat (29/12/2013), “Gus, lo ikut ke Bali ya, liput KLB. Ini kantor mendadak, jadi lo berangkat hari Sabtu nya,” kata korlip (koordinator liputan).

Aku mangguk-mangguk saja. Ya sedikit disayangkan kenapa mendadak. Tapi itulah, seorang jurnalis harus siap dalam kondisi apapun, ditugaskan di manapun. Bahkan, seorang teman bilang “Pergi pagi pulang pagi” untuk menggambarkan jurnalis bekerja demi tugas dan tanggungjawabnya.

Rasa was-was tentu ada. Karena tidak lama lagi, 18 Mei 2013, adalah penyelenggaraan pernikahan ku. Wajar aku takut, terlebih aku memang takut dengan ketinggian di atas pesawat.

Sedikit pengalaman ku naik pesawat. Mungkin orang lain menganggap biasa, tapi aku tetap deg-degan.

Pertama naik pesawat tahun 2009. Setelah memutuskan resign dari kerja di Kediri, aku pulang dari Juanda ke Mataram menggunakan LionAir. Turbulensi sedikit saja, membuat aku jantungan.

Naik pesawat juga aku alami dari Bima ke Jakarta, bersama nenek yang umurnya di atas 100 tahun. Dari Bandara Sultan Salahudin Bima, kami menumpangi pesawat jenis Fokker. Untung tidak ada turbulensi dan cuaca yang bagus. Karena ketakutan, aku tidak bisa tidur dari perjalanan 45 menit itu. Aku juga tidak bisa menikmati pemandangan indah dari atas ketinggian, melihat pulau-pulau dan hutan yang masih perawan dari Bima, Dompu hingga Sumbawa.

Tapi perjalanan dari Mataram ke Jakarta yang termasuk cukup melelahkan. Duduk persis di dekat sayap, suara mesin terdengar kencang. Beberapa kali turbulensi, membuat aku semakin tak tahan. Berharap segera mendarat.

Pengalaman yang cukup unik juga, saat naik Jet100, mengikuti kampanye Ketum Golkar Aburizal Bakrie.
Dari Solo, terbang bersama rombongan Aburizal Bakrie untuk kampanye Pileg 2014. Cuaca di Jakarta saat itu memang gerimis. Rute yang akan ditempuh adalah Solo, Bali (menginap sehari), dan Malang lalu pulang ke Jakarta.

Takeoff dari Halim Jakarta Timur, belum beberapa lama terjadi turbulensi yang cukup kuat. Ya bagi orang yang takut seperti ku, perasaan turbelensi itu lama sekali. Seorang teman, dari media nasional juga terlihat gugup. Aku ketawa melihat dia, walau sebenarnya aku mungkin lebih takut. Tapi untuk menghilangkan rasa takut, aku pikir dengan cara itu akan lebih baik.

Perjalanan dari Solo ke Bali, udara cukup bagus. Dari Bali ke Malang, sebelum landing di Abdurrahman Saleh, terlihat awan-awan hitam. Pesawat berguncang, walau tidak terlalu kuat. Namun intensitasnya mungkin beberapa kali, hingga akhirnya kami mendarat dengan selamat. Perjalanan ke Jakarta juga dipercepat. Karena takut cuaca akan buruk kalau perjalanan malam. Untungnya, saat landing di Halim, walau hujan namun tidak terlalu besar.

Baiklah, kita kembali ke pengalaman dengan pesawat AirAsia. Aku berangkat dari Soekarno-Hatta sekitar jam 6 pagi. Entah karena semalaman tidak tidur, aku akhirnya bisa tidur juga, saat menumpangi pesawat LionAir.

Tibalah di Bali. Langsung melakukan peliputan, sementara tempat menginap belum ada. Untung, ada teman yang juga meliput. Dia menawarkan tidur di hotel dia, yang jaraknya hanya selangkah dengan penyelenggaraan acara KLB Demokrat.

Jadilah saya menginap. Hingga akhirnya KLB selesai, dan semua prepare untuk balik ke Jakarta. Teman checkout siang, sementara jadwal pesawatku ke Jakarta, menggunakan AirAsia, adalah jam 12 tengah malam. Mau memperpanjang setengah hari, tapi hitungannya tetap sehari alias Rp500 ribu. Akhirnya keputusannya adalah langsung ke Bandara Ngurah Rai saja. Biarlah dari siang menunggu di sana.

Di Ngurah Rai, ternyata ada beberapa teman lagi. Jadwal pesawat mereka jam 9 malam. Ya lumayan, ada teman hingga jam segitu. Jadilah kita nongkrong di sebuah tempat makan di area dalam Ngurah Rai.

Hingga mereka pergi, dan aku sendiri menunggu. Sebuah novel, menemani ku menunggu hingga AirAsia mempersilahkan masuk. Tapi tiba-tiba, diumumkan bahwa AirAsia yang akan ditumpangi, mengalami penjadwalan ulang hingga sekitar pukul 1 dini hari.

Benar saja, belum sampai satu jam, kami sudah dipersilahkan naik. Saat itu aku melihat Patra M Zain, salah satu pengacara Anas Urbaningrum, yang juga kader Partai Demokrat. Kami satu pesawat. Namun tentu dia tidak kenal aku.

Rasa was-was yang melebihi biasanya. Karena, perjalanan akan berlangsung pada malam hari. Tidak akan ada yang bisa di lihat melalui jendela. “Aku pasrah Tuhan dengan takdir yang akan terjadi saat di atas nanti”. Itu aku lakukan, demi menenangkan diri ini.

Sabuk telah dikencangkan, mental ku coba tata untuk tetap tenang. Jujur, saat berada di dalam pesawat ini, cukup bagus.

Hingga saat berada di atas, sabuk sudah bisa dibuka. Layaknya yang lain, aku juga membuka sabuk pengaman. Perjalanan cukup mulus, tidak ada goncangan. Hingga kemudian, awak kabin mengumumkan untuk menggunakan kembali sabuk, karena cuaca tidak bersahabat dan akan ada turbulensi.

“Ya Tuhan, ini perjalanan berat. Tapi selamatkan hamba, selamatkan kami hingga akhir tujuan” doaku setelah mendengar pengumuman itu.

Beberapa detik kemudian, diganti menit, aku tidak merasa ada turbulensi. “Mana turbulensinya? Kok tetap mulus,” gerutu ku dalam hati. Tapi tetap berdoa, agar pesawat mendarat selamat.

Hingga akhirnya diumumkan kalau pesawat dalam beberapa menit lagi akan mendarat di Soekarno Hatta. Dari pengumuman pasangkan sabuk lagi, aku tidak membuka sabuk hingga diumumkan akan mendarat.

Alhamdulillah, kami mendarat dengan selamat. Jujur, aku terkesan dengan maskapai ini.

Tulisan ini tidak ada motif untuk menyanjung maskapai. Tidak ada kaitannya sama sekali. Hanya ingin bercerita sedikit kisah, saat menaiki maskapai ini

Comments