Hoax dan Ujaran Kebencian Tamat Usai Pilpres 2019?



Dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng Jakarta beberapa pekan lalu terkait hoax, ada statemen menarik. "Hoax ini menurut saya karena ada dua kelompok politik yang bertarung," kira-kira begitu statemennya.

Menarik memang kalau kita simak, mengenai penyebaran kabar bohong atau hoax dan persoalan ujaran kebencian atau hate speach ini.

Mengenai hoax, kalau kita lihat memang tidak terlepas dari masalah politik. Siapa yang diserang? Tentu Joko Widodo dan para pendukungnya. Lalu Prabowo Subianto dan para pendukungnya. Rasanya, dua kutub ini yang sering kita lihat menjadi 'korban' dari hoax.

Perdebatan di media sosial pun, rasanya bisa terkelompokkan di dalam dua kubu itu. Walau terselip di dalamnya bahwa masih banyak yang independen tidak berpihak pada kedua kelompok itu. Masih banyak yang rasional, mengkritik kalau dianggap tidak benar dan memuji kalau dianggap bagus.

Karena terdikotomi dalam dua kutub dukung mendukung itu, maka rasanya menjadi lumrah ketika ada yang menuduh si A adalah pengikut dari junjungan B, dan sebaliknya.

Kasus yang sempat heboh, ketika berita-berita hoax di media sosial diarahkan ke tertuduh yakni kelompok Muslim Cyber Army (MCA). Dimana, kemudian muncul tudingan bahwa mayoritas yang ada dalam kelompok ini adalah bukan pemilih dari Joko Widodo tetapi simpatisan Prabowo.

Kasus puisi Bu Sukmawati Soekarnoputri, yang dianggap melecehkan azan, juga menjadi menarik. Reaksi kelompok tertentu terhadap puisi ketua umum Partai Nasionalis Indonesia (PNI) itu, sangat besar. Jumat 6 April 2018 ribuan massa yang mengatas namakan dari berbagai ormas Islam, berunjuk rasa ke Bareskrim Polri menuntut Sukmawati ditahan.

Hampir bersamaan, juga muncul potongan video dimana Gubernur Jawa Tengah yang kembali maju, Ganjar Pranowo, membacakan puisi. Di puisi itu terlontar potongan syair 'Kau bilang Tuhan sangat dekat, namun kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara setiap saat'. Sempat heboh, hingga akhirnya pihak-pihak tersebut meminta maaf karena itu ternyata puisi Kiyai NU, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus.

Tidak lama berselang, muncul statemen dari dosen Filsafat UI Rocky Gerung saat menjadi pembicara di acara ILC TvOne. Potongan pernyataannya adalah 'kitab suci itu fiksi'. Walau ada penjelasan awalnya yang tidak banyak dilihat orang.

Nah, ketika video Sukmawati beredar dan menimbulkan kontroversi, kelompok tertentu melaporkan putri proklamator Bung Karno itu ke polisi. Namun kelompok lain mengatakan, tidak perlu diperpanjang karena dia sudah meminta maaf. Merujuk pada silaturahim Sukmawati ke Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin.

Perdebatan kedua kelompok ini terus berlanjut. Bahkan sampai Kiyai Ma'ruf pun menjadi sasaran hujatan dan bully oleh kelompok tertentu, karena Rais Am PBNU itu meminta semua pihak memaafkan Sukmawati.

Di kasus Rocky Gerung, agak terbalik. Kelompok yang melaporkan Sukmawati karena dianggap melecehkan atau menista agama, justru tidak melaporkan RG ke polisi. Sementara kelompok yang 'membela' Sukmawati justru melaporkan Rocky ke polisi dengan tuduhan penistaan agama.

Seorang jurnalis senior mengatakan, ada yang tiba-tiba menjadi liberal dan ada yang tiba-tiba menjadi Islam kanan. Sukmawati yang dianggap menistakan agama dilaporkan tetapi RG juga yang sama, tidak dilaporkan. Sementara perspektif kelompok yang satunya, Sukmawati tidak dilaporkan tetapi giliran RG dilaporkan.  Kita tahu, RG adalah salah seorang yang selalu mengkritik Presiden Joko Widodo.

Terbaru, mengenai statemen Amien Rais. Terkait partai Allah dan partai setan. Mantan ketua MPR itu sejak Jokowi maju di kontestasi Pilkada DKI 2012, mulai melancarkan serangan-serangan tajam. Bahkan sampai Pilpres 2014 dan berlanjut hingga kini, seolah dia tidak ada habisnya. Sebelumnya menyebutkan pembagian sertifikat itu ngibuli.

Penjelasan dari PAN sendiri, seperti yang dikatakan Wasekjen Saleh P Daulay, bahwa kutipan partai setan dan partai Allah, itu disebutkan dalam Alquran. Yakni Surat Al-Mujadalah ayat 19 dan 22.

Surat Al-Mujadalah ayat 19 artinya "Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi".

Sementara pada ayat 22, artinya "Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung".

Menjadi masuk dalam ranah politik, karena sosok Amien Rais. Juga karena terselip beberapa nama partai yang disebutkannya seperti PAN, Gerindra dan PKS yang memang diprediksi kuat bahwa ketiga partai ini (dan mungkin beberapa lainnya) dipastikan tidak akan menjadi bagian dari koalisi besar Jokowi di Pilpres 2019.

Rasanya, menjadi wajar kalau kita membuat kesimpulan dini kalau orang yang menyebarkan kabar negatif terhadap Jokowi adalah mereka yang tidak memilihnya dan merupakan pemilih Prabowo. Sebaliknya, mereka yang menyebar kabar negatif terkait Prabowo dan kelompok-kelompoknya, bukan pemilih Prabowo dan kemungkinan besar pemilih Jokowi.

Rasanya, tidak salah juga dengan statemen di awal tadi bahwa maraknya kabar hoax dan ujaran kebencian yang kemudian berujung ke polisi, adalah terkait politik. Politik antara kedua pendukung besar itu.

Bagaimana kalau ada poros ketiga? Kita tunggu saja. Apakah setelah Pilpres 2019 ini kabar hoax dan ujaran kebencian akan hilang? Mungkin tidak langsung, tetapi bertahap dan tidak sepanas seperti sekarang ini. Wallahualam.

Comments