Yang Hilang Dari Jokowi Saat Ramadan 2018

Bulan suci Ramadan 1439 Hijriyah/ 2018 Masehi, telah lewat. Namun, bagi kami peliput di Istana, rasanya selama sebulan penuh pada Ramadan, ada yang kurang. Bagi yang baru bertugas tahun 2018, mungkin tidak merasa aneh. Tetapi bagi yang sudah beberapa tahun, tentu merasa aneh.

Jujur, ini pendapat pribadi saya, selama meliput agenda Presiden Joko Widodo ketika bulan Ramadan, maka pada Ramadan 2018 ini agak santai, tidak terlalu riweh dengan sederet agenda dari pagi sampai malam.

Pagi, agenda tidak terlalu padat. Ada beberapa kali rapat kabinet terbatas yang beruntun. Namun karena sudah biasa, sehingga tidak ada yang menjadi spesial. Beberapa hari di Ramadan, agenda dimulai siang dan beruntut hingga acara buka puasa bersama. Baik itu di Istana atau di beberapa kediaman pimpinan lembaga negara.

Tetapi jujur, itu juga biasa. Acara buka puasa di Istana, 'dirapel' sekaligus dalam sehari. Pak Jokowi langsung membuat acara buka puasa di Istana Negara bersama para pimpinan lembaga negara. Baik itu legislatif, yudikatif, maupun pimpinan lembaga setingkat menteri.

Lalu, hari-hari berikutnya agenda sore adalah buka puasa bersama di rumah dinas Ketua DPR, Ketua DPD, maupun Ketua MPR. Hampir tidak ada buka puasa bersama di kediaman ketua umum partai-partai politik.

Namun, bukan itu sebenarnya yang saya rasa 'hilang' dari Pak Jokowi selama Ramadan 2018. Apa itu? Agenda bagi-bagi sembako!!

Sedikit bercerita, pada tahun-tahun sebelumnya, yang terdekat saja pada tahun 2017. Ketika Ramadan tiba, bukan berarti kami, peliput Kepresidenan, bisa berleha-leha. Justru saat Ramadan, Pak Jokowi tetap menggenjot ritme kerjanya. Dari pagi, sampai malam.

Pada 2016, agenda mulai dari pagi, yakni meninjau proyek jalan tol seperti Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi). Saat itu, terik matahari sudah mulai meninggi. Sehingga saat Pak Jokowi dan Menteri PUPR serta jajaran terkait menengok jalan, kami memilih berteduh. Walau akhirnya kepanasan juga saat aktifitas doorstop.

Usai dari situ, yang dilakukan adalah bagi-bagi sembako. Siang dan terik, bercampur dengan masyarakat, adalah kerja yang harus dilakoni walau sedang berpuasa. Jangan tanya soal keringat. Haus? tentu. Ngantuk? Sudah pasti. Maka ketika di kendaraan untuk menuju lokasi selanjutnya, kami memilih tidur.

Dari pagi buta sampai beberapa menit sebelum berbuka, kami masih sibuk dengan liputan. Maka berbuka puasa pun terpaksa dilakukan di kendaraan.

Tahun 2017 pun begitu, ketika Ramadan. Pagi-pagi kami sudah berangkat dari Istana Negara. Tiba di salah satu pasar di Ciawi. Di sana, Pak Jokowi ikut membagi-bagikan sembako, sembari menyalami warga yang antri. Ibu Negara Iriana, juga membagi-bagikan souvenir.

Dari pagi itu, sampai siang, juga bagi-bagi sembako. Siang harinya, dilakukan di salah satu terminal di Sukabumi. Terik dan desak-desakan dengan masyarakat, harus kami lakoni. Dua peristiwa itu, terjadi pada tanggal yang sama tetapi tahun berbeda, 21 Juni. Tanggal dimana Pak Jokowi ulangtahun.

Itu adalah kejadian hanya satu hari, dari 30 hari selama Ramadan. Pernah suatu pagi, dihari-hari pertama Ramadan, kami sudah harus berlari-lari dan ikut berdesakan di salah satu sudut pemukiman di Kota Bogor. Jalan sempit sementara masyarakat banyak, membuat kami harus berlari-lari, mencari jalan lain agar bisa menyaksikan aktivitas Kepala Negara.

"Gue udah nggak kuat bang. Udahlah, gua di mobil aja, ngadem," seorang teman sempat berujar, menyerah.

Pernah juga, dari Istana Negara sore hari. Bahkan saat itu, sudah mau magrib, mungkin sekitar pukul 17.30 WIB. Berangkat dari Istana Negara dengan iring-iringan Kepresidenan, kami meluncur menuju Bogor. Rencananya, akan ada pembagian sembako.

Tetapi karena sempat terjebak macet, mengejar waktu berbuka akhirnya tidak kesampaian. Berbuka saat kendaraan masih melaju di tol. Minuman ringan yang disiapkan di kendaraan itu, satu-satunya untuk berbuka.

"Nggak ada roti atau makanan nih," canda seorang teman. Walau kami tahu, itu adalah harapan tapi dikemas dalam bentuk canda.

Tiba di salah satu wilayah di Kota Bogor, kami berlarian untuk mengejar Pak Jokowi yang berjalan cepat menuju tempat pembagian sembako di salah satu sudut jalan sempit. Ketika itu, anak bungsunya Kaesang Rakabuming, ikut serta.

Lega, akhirnya makan. Usai bagi-bagi sembako di Bogor (dok.pribadi)
Tidak lama memang. Sementara perut belum terisi, hanya seteguk air putih untuk berbuka, kami kembali berlari ketika pembagian sembako yang hanya beberapa menit itu, berakhir. Maklum, hanya mobil dengan pelat RI-1 yang bisa mendekat ke lokasi.

Sementara kendaran kami? Di depan jalan raya. Sekitar 100 meter lebih dari lokasi. Alhasil, kami berlari. Berat bukan saja karena belum makan. Tetapi, kondisi jalan yang menanjak, membuat beberapa diantara kami tidak kuat.

Dari lokasi itu, iring-iringan menuju Istana Bogor. Di sana, menyempatkan waktu untuk salat magrib. Beberapa juga membunuh waktu dengan merokok dan mengetik berita.

Jika dibandingkan dengan tahun 2016-2017 atau 2015, rasanya sangat jauh berbeda pada Ramadan 2018. Kenapa? Ini hanya analisa pribadi lagi. Sebenarnya, kami sudah memprediksi akan ramai lagi bagi-bagi sembako. Apalagi sebelum Ramadan 2018, salah satu ruangan yang biasa kami gunakan kalau acara di Istana Bogor, tidak bisa digunakan lagi. Usut punya usut, di sana ditempatkan sembako.

Namun hingga Ramadan 2018 berakhir, wartawan Kepresidenan tidak pernah diajak untuk meliput aktivitas itu. Ada beberapa kali, Pak Jokowi membagi sembako. Tetapi bukan agenda resmi dimana kami ikut seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kadang muncul dalam pikiran, apakah ini dilakukan karena sebelumnya beredar video-video Presiden membagi-bagi sembako lalau ramai dihujat? Walau itu video lama, tetapi konteks yang terbangun adalah seolaolah bagi sembako untuk meraih simpati publik agar dipilih lagi pada Pilpres 2019. Bagi kami, hampir setiap ada kesempatan kunjungan kerja, atau ke salah satu lokasi, membagikan sembako atau souvenir adalah hal rutin.

Masalah video yang beredar ini juga, sempat disikapi oleh Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Banyak pihak menilai, ini sebagai langkah curi star. Ya mungkin dalam politik, apalagi pemanasan jelang Pilpres 2019, itu hal biasa.

Akhirnya saya pun menduga, hilangnya aktivitas bagi-bagi sembako yang biasa kami liput hampir setiap hari ketika Ramadan ditahun-tahun sebelumnya, karena Pak Jokowi tidak ingin suasana jadi gaduh.

Bayangkan, bagi-bagi sembako adalah salah satu cara yang efektif untuk mendekati masyarakat. Pasti, kalau itu dilakukan, maka jagad politik ketika bulan suci Ramadan, akan semakin gaduh.

Apa karena Pak Jokowi menghormati hikmadnya Ramadan 2018 sehingga tidak mau diliput secara luas seperti tahun-tahun sebelumnya? Wallahualam.

Comments