Maafkan kami telah membuat heboh
pada 21 Januari 2020 lalu. Apalagi, selain peristiwa tenggelamnya kapal yang
kami tumpangi, 7 wartawan, seorang pendamping Biro Pers Media dan Informasi
Sekretariat Presiden, driver yang mengantar kami selama mengikuti kunjungan
kerja Pak Jokowi di Labuan Bajo, Manggarai Barat NTT, serta para ABK kapal itu.
Soal bagaimana kisahnya, silahkan di googling ya. Banyak kok penjelasannya,
hehehe…
Usai tek-tak-tok ngetik berita
agenda terakhir Pak Jokowi, pembagian 2.500 sertifikat tanah untuk warga
Kabupaten Manggarai Barat, NTT pagi itu di halaman Kantor Bupati, kami diajak
berlayar. Siapa yang tidak senang.
Berlayarlah kami di tengah udara
bersih dan hamparan pemandangan yang sangat indah. Berfoto-foto, mengambil stok
gambar, dan tentu mejeng di media sosial. Di tengah-tengah berlayar itu,
sembari berbincang, mewawancarai nahkoda kapalnya.
Tibalah kapal mendekat di Pulau
Bidadari. Kami mengambil gambar foto, video dan sedikit menggali informasi yang
ada. Hingga waktunya untuk berputar, kembali ke dermaga awal. Maklum, pesawat kami
jam 15.20 waktu Indonesia tengah.
Dalam perjalanan pulang itulah, tragedi
itu. Sangat cepat, sekali hempasan langsung oleng ke kiri, dan kami tercebur
bersamaan dengan kapal itu.
Masih teringat jelas dalam
ingatan. Saat tercebur itu, saya meraih bagian kapal yang masih terapung. Memegangnya
dan memastikan tidak ikut tertarik ke dalam.
“ID ku mana,” begitu dalam
pikiran saya ketika itu. Saya rogoh kantong baju, yang biasa diselipkan di
situ.
Dan ID pers bertuliskan ‘ID Harian’ itu aman di kantong, talinya tergantung
di leher. Lalu aku cek handphone. Handphone satunya, aman di tangan. Ku rogoh
kantong celana, kiri dan kanan, tidak ada. Handphone satunya, positif jatuh
tenggelam. Itu milik kantor. Tas kamera Canon M100 yang masih terselempang di
bahu, saya lepas karena lumayan memberatkan.
Peristiwa itu tentu sangat
membekas. Alhamdulillah bukan soal trauma, bukan. Tetapi sedikit demi sedikit,
membuat aku tersenyum. Kok bisa dalam
keadaan antara hidup dan mati, justru yang dicari pertama adalah ID pers. Mengingat
itu, kadang tersenyum sendiri, bahkan saat cerita ke teman-teman, malah
menimbulkan tawa.
Kenapa yang pertama saya cari itu
ID harian? Seberapa pentingnya sih?
Hampir di tanggal yang sama, tapi
bulan berbeda, Desember 2019, saya kehilangan tas. Bukan sekedar tas dan laptop
bekas yang mungkin secara nilai masih bisa ditanggulangi. Tetapi isinya. Data-data
di laptop, hingga kartu-kartu identitas semua di tas itu. Termasuk ID Pers
Istana Kepresidenan. Dengan hilangnya itu, otomatis saya tidak bisa masuk
meliput di Istana. Jalan satu-satunya, adalah menggunakan ID Harian. “Ini
jangan sampai hilang ya,” begitu wanti-wanti saat ID Harian diserahkan ke saya.
Untuk cerita lengkap mengenai tas
hilang itu, silahkan baca di sini.
Comments
Tulisannya selalu menarik. Semangat terus ya..