Kangen 'Disiksa' Agenda Pak Jokowi


Sebelum pandemi COVID-19 merubah interaksi, saya atau kami pernah dalam suasana yang 'tersiksa'. Ada tanda komanya biar tidak terlihat sebagai penyiksaan dalam arti sebenarnya.

'Disiksa' dalam konteks agenda Presiden, agenda Pak Jokowi sebagai Presiden ke-7 RI. Masa sih 'disiksa'? Tapi katanya saat menjadi Gubernur DKI level 'penyiksaannya' lebih berat ketimbang setelah menjadi Presiden. Mungkin karena dulu tidak terikat dengan pengamanan seperti saat menjadi Presiden.

Sudah sangat bisa dimaklumi, ketika agenda mulai jam 8 atau jam 9 pagi. Karena agenda orang nomor satu dengan tingkat pengamanan yang nomor satu, maka 1 jam atau 30 menit sebelum agenda itu dimulai, kami sudah harus berada di lokasi.

Menembus pick hour, berebut jalan, berebut angkutan umum dengan ratusan mungkin ribuan atau ratusan ribu pekerja yang juga dalam waktu bersamaan, bukan perkara yang menyenangkan. Di kereta, harus himpit-himpitan dengan segala aroma, keringat mengucur walau ada pendingin tapi tak berarti lebih karena terlalu banyak orang.

Di jalan, mereka saling berebutan bisa menggeber kendaraannya dengan cepat. Dan semua keburu-buruan, harus dikejar. Itu jam normal liputan. 

Tak jarang jam tidak normal. Ada agenda di Jakarta dalam beberapa titik tempat. Jam 9 memang. Tapi karena banyak tempat yang didatangi, maka disiapkan kendaraan. Kendaraan roda empat berisi 11 orang itu, diberangkat dari Istana pukul 6 pagi. 

Nah lho, dari rumah berangkat jam berapa? Seringnya kereta pertama jam 4 subuh lebih. Subuhan baru di stasiun terdekat, atau kadang di Istana. Kenapa memilih naik kendaraan dari Istana? Lebih simpel, tidak diribetkan dengan kendaraan sendiri. Saat ke tempat-tempat kunjungan bisa digunakan untuk mengetik berita. Asas manfaat.

Tak jarang juga, agenda di kota sekitar Jakarta. Nah kalau itu berangkatnya lebih subuh lagi. Dari rumah, seringnya jam 3 dini hari. Karena kereta belum ada, jadi bawa motor. Untungnya masih lengang, sehingga jarak tempuh sekitar 45-50 menit. Itu dari Depok ujung ya. Habis subuh di Istana, kendaraan jalan mendahului ke lokasi.

Contoh saja. Saat kunjungan ke Muara Gembong, Bekasi. Mungkin dalam pikiran kalian "Oh Bekasi dekat". Apaan dekat? Lebih dari dua jam. Dengan jalan yang tidak semuanya mulus seperti ke Bandung.

Saat itu, agenda ke Muara Gembong adalah panen udang dan beberapa lainnya. Kendaraan berangkat hampir jam 4 dini hari. Waktu subuh jam 5. Nah, dini hari itu Jakarta diguyur hujan deras. Banyak teman-teman yang terjebak hujan saat masih di jalan. Ada yang nekat terobos, hingga sampai di mobil sudah basah.

Mengeluh, iya. Capek sudah pasti. Sampai ketika libur akhir pekan, rasanya tidak ingin ke mana-mana lagi. Sudah terlalu capek untuk berjalan, 'disiksa' selama sepekan.

Tapi itu, saat sebelum pandemi COVID-19. Kunjungan terakhir yang saya rasakan adalah ke Labuan Bajo, Manggarai NTT pada Februari 2020. Tak perlu saya ceritakan ada peristiwa apa di sana ya.

Sejak Maret 2020, Pak Jokowi mengumumkan untuk bekerja, sekolah hingga salat di rumah. Pandemi semakin menggila. Hingga November 2020 ini, tidak lagi merasakan 'disiksa'.

Tapi kangen juga sih. Sudah cukup lah ya rehat 'disiksa'. Tapi mau bagaimana lagi. Beginilah kondisinya. Terus salah siapa? "Salah Gue? Salah teman-teman gue?"... Itu dialog di AADC 1 antara Cinta dan Rangga di lapangan basket, saat Rangga menghampiri Cinta dan teman-temannya yang menonton. Ada Borne juga, pacarnya Cinta saat itu.


(Cerita lebih lengkapnya tunggu: Di Balik Layar Jokowi) hasil revisi total.

Comments