Meti, Buahnya Pengganti Makan Siang di Istana


 "Eh salamin dong ke teman lu," katanya gemulai, sembari mengambil buah jambu kristal di dalam gerobaknya, lalu memotong dengan ukuran yang cukup besar.

Tapi suatu hari, tiba-tiba dia berbicara yang sama. Tapi minta disalamin ke teman yang lain.

"Bukan si Fulan (nama samaran), tapi siapa itu, ih. Itu lho yang bahenol," gaya gemulainya itu tak sepadan dengan caranya memotong berbagai buah, dengan pisau yang cukup tajam itu.

Ada yang memanggilya Meti, ada juga yang menyebut Beti. Konon nama aslinya Mamat. Aku sendiri tak pernah mau tahu siapa nama aslinya. Walau beberapa kesempatan dia juga sesekali cerita soal istrinya, soal calon anaknya.

Pada suatu hari jelang siang, aku sendiri sengaja mampir ke tempatnya berdagang. Persis di seberang kompleks Istana, di sisi belakang. Tepatnya depan pintu masuk Dewan Pertimbangan Presiden, hampir sejajar dengan Kantor Wakil Presiden yang ada di sisi depan.

Dia menjual buah-buahan, rujak buah. Di tempat itu juga, ada beberapa penjual makanan seperti gado-gado, mie rebus/goreng, hingga warteg. Tidak pernah sepi. Apalagi saat jam makan siang. 

Oh ya, warteg itu sempat menjadi bahan berita setelah tiga menteri Pak Jokowi (2014-2019), makan di situ usai rapat kabinet. Katanya para menteri itu kelaparan karena rapat kabinet berlangsung lama, hingga lewat jam makan siang.

Rujaknya si Meti/Beti/Mamat, menjadi santapan pengganti makan siang. Atau bahkan menjadi makanan penutup usai makan siang. Tapi tak jarang, sebagai pengganti makan siang karena porsinya yang banyak.

Baca: Takut Disuntik Vaksin COVID-19

Ada banyak buah yang dijajakan. Aku sendiri lebih sering memilih 2-3 buah saja. Mangga, jambu kristal, dan jambu air. Tapi beberapa kali juga cuma mangga, jika sedang tersedia banyak dan matang. 

Porsi buah yang diberikan sangat banyak, potongannya juga besar, sambalnya apalagi sangat enak. Cukup dengan uang Rp20 ribu, sudah mendapatkan rujak buah yang sangat banyak.

Jika sepi, dia kerap kali melayani sembari bercerita. Cerita soal buah yang harganya naik, atau bahkan cerita soal teman-teman wartawan yang baru dia lihat, tapi cukup menarik perhatiannya. Ya termasuk yang itu, anak wartawan Istana yang baru bertugas tapi sudah menarik perhatiannya.

"Salamin dong ke dia," katanya tersenyum nakal. Aku hanya tertawa. Ibu-ibu penjual makanan lainnya pun demikian. Sembari menggoda-godanya. Aku janjikan menyampaikan.

"Nggak sampaiin salam ke Fulan?" tanya ku.

"Nggak ah, kan udah ada yang ini yang baru," pintanya. Habis manis cari yang manis lagi nih.

Satu kantong plastik besar berisi potongan buah mangga, jambu kristal dan jambu air, yang sudah dibungkus rapi dalam kertas lalu diplastikkan itu, aku masukin ke dalam tas. Sambalnya ada dua, garam pedas dan petis hitam. 

Tiba di dalam Bioskop Istana (Apa itu Bioskop? Baca: Bioskop Istana; Dulu dan Kini), terlihat penyaji dari pihak katering makanan sedang siap-siap, membereskan tempat. Walau makanannya masih dalam perjalanan.

Sekantong buah ku keluarkan dari dalam tas. Belum banyak teman-teman yang datang. Jadi hanya beberapa wartawan yang melahap rujak buah itu. Enak, dengan porsi yang cukup banyak serta potongan yang besar. Beda dengan rujak buah yang lainnya. Sampai jam makan siang dengan hidangan perasmanan di Bioskop, aku sendiri merasa sudah kenyang. 

Tidak jarang, teman-teman wartawan Istana yang sedang menuju ke Istana, akan menawarkan diri untuk membeli buah. Atau kita patungan untuk membeli rujak buahnya. Pernah, hingga lima kantong besar kami borong. Tidak ada sisa. Buahnya segar dan enak.

Semua perkantoran di sekitar Istana, rasanya akan selalu membeli rujak buah ini. Maka tak heran, dagangannya hampir pasti habis jelang sore. Kadang siang-siang juga sudah hampir habis.

Setelah pandemi COVID-19 dan Istana juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sangat berpengaruh untuk kami. Sekitar 13-14 Maret 2020 adalah hari-hari terakhir aktivitas di Istana. Setelah itu, hampir seluruh wartawan WFH atau meliput di luar, karena agenda Presiden sering kali online atau live youtube.

Sejak itu, tidak pernah lagi merasakan gurihnya bumbu petis hitam buahnya Metti/Betti/Mamat. Apa kabar ya dia? Apa sudah menemukan pelanggan baru?

Comments